15 Oktober 2008

AYAH JUGA LUPA

Dengar, Nak, Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambutmu. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yang lalu, ketika Ayah sedang membaca koran di ruang perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk menghampiri pembaringanmu.

Ada hal-hal yang Ayah pikirkan,Nak, Ayah selama ini bersikap kasar kepadamu, ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah, karena kau cuma menyeka sekilas wajahmu dengan handuk, lalu Ayah melihat kau tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai.


Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan, kau meludahkan makananmu,kau telan terburu buru makananmu, kau letakkan sikumu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau baru mulai bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru,"Selamat Jalan Ayah!" dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab ;"Tegakkan Bahumu!"


Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari, begitu Ayah muncul dari jalan Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain kelereng. Ada lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan teman-temanmu, lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mahal- dan kalau kau yang harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati! Bayangkan itu Nak, itu keluar dari pikiran seorang Ayah!.

Apakah kau ingat, ketika Ayah sedang membaca di ruang perpustakaan, bagimana kau datang dengan perasaan takut, dengan rasa terluka dalam sorotan matamu? Ketika Ayah terus membaca koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu,"Kau Mau Apa?" Semprot Ayah.


Kau tidak berkata sepatahpun, melainkan berdiri dan melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leherku dan mecium Ayah, tangan-tanganmu yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekalipun tidak akan mampu melemahkannya, dan kemudian kau pergi bergegas menaiki tangga.


Nah, Nak, sesaat setelah itu koran jatuh dari tangan Ayah, dan rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah...Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam mencerca...ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak laki -laki. Bukan artinya Ayah tidak mencintaimu, Ayah lakukan ini karena terlalu berharap banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-taahun ayah sendiri.


Dan sebenarnya begitu banyak hal yang baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit yang luas. semua ini kau tunjukkan dengan sifat spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini Nak, Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut disana dengan rasa malu!


Ini adalah sebuah rasa tobat yang lemah, Ayah tahu kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat ayah terjaga, tetapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati, Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita kalau kau menderita, dan tertawa bila kau tertawa. ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan tetap mengucapkan kata-kata ini seolah-olah sebuah ritual;"Dia cuma seorang anak kecil....anak lelaki kecil!"


Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang,Nak, meringkuk berbaring dan letih dalam tempat tidurmu, ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibumu, Ayah sudah minta terlalu banyak...sungguh terlalu banyak...


Ini adalah tulisan-tulisan kecil dari W. Livingstone Larned, yang ditulis cepat dengan perasaan tulus, menggugah hati begitu banyak pembaca sehingga menjadi tulisan cetak ulang yang abadi dan disukai sejak pertama kali munculnya..


Dengan memasukkan tulisan tersebut ke dalam postingan ini, saya berharap dapat lebih menggugah perasaan saya pribadi dengan secara seksama menulis kata demi kata sehingga bisa memaknai setiap kalimat..bagaimana dengan Anda?



3 komentar:

Awang Yudi Aryadi, SE mengatakan...

Ayah paling sering lupa :
1. Lupa waktu les anak.
2. Lupa memberi uang jajan anak.
3. Lupa membawa anak jalan-jalan di malam minggu.
4. Lupa kalau udah punya anak ini yang paling parah.

BANG IID mengatakan...

Maafkan, anakku....
ayah lupa kalau :
kamu itu anakku.......

*maklum, anak banyak, dari induk yang beda-beda......*

hahahahaha

Denie Amiruddin mengatakan...

Yang paling seru kalau punye anak 3 orang dan sulung ketige-tigenye...kekeke..